Rupiah Kembali Menguat Setelah Hampir Menyentuh Rp 16.000

Share this Post:
Standard Post with Image

Wartaukm.com - Nilai tukar rupiah telah menjadi fokus perhatian dalam sepanjang sebulan terakhir. Mata uang Indonesia ini mengalami pergerakan yang signifikan, dimana awalnya terjadi pelemahan yang cukup cepat hingga mendekati level Rp16.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun, dengan kejutan mengejutkan, pergerakan tersebut tidak berlanjut, bahkan rupiah mampu memperlihatkan kekuatan dengan menguat.

"Memang situasinya cukup tegang," kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Bank Indonesia dalam bincang media di Raja Ampat, pada akhir pekan lalu.

Pelemahan rupiah dalam beberapa waktu terakhir dirunut kembali, dan biang keroknya diketahui berasal dari kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS). Inflasi yang tinggi di AS diperkirakan akan mendorong kenaikan suku bunga acuan dari posisi saat ini sekitar 5,25-5,50% (525 bps) sejak Maret 2020. Sementara itu, kenaikan tingkat obligasi AS atau US Treasury hingga mencapai 5% turut memberikan dampak signifikan.

Perkembangan data tersebut, yang tidak terlepas dari kebijakan Bank Sentral Federal Reserve (The Fed), telah menciptakan gejolak di pasar keuangan global. Situasi ini terjadi dalam rentang waktu 23 Oktober hingga 1 November 2023.

Dalam periode tersebut, dolar AS bergerak di kisaran level Rp15.845 - Rp15.930, menciptakan ketegangan di pasar keuangan domestik. Banyak analis merespon dengan memunculkan berbagai perkiraan, salah satunya adalah potensi dolar AS menembus level Rp16.000. Perkiraan tersebut disertai dengan kekhawatiran terkait aliran modal yang signifikan keluar dari Indonesia (outflow)

"Dalam kondisi outflow, eksportir menunda penjualan sementara importir mempercepat pembelian," jelasnya.

Ramdan menyadari, eksportir menahan pasokan dolar karena berharap bisa dijual pada level di atas 16.000. Sementara importir khawatir dolar akan semakin mahal, sehingga harus membeli lebih cepat.

BI kemudian menjalin komunikasi dengan baik di pasar agar tidak menimbulkan kepanikan. Antara lain dengan menyampaikan kondisi fundamental Indonesia yang sangat baik hingga kehadiran BI di pasar untuk memastikan permintaan dolar AS itu bisa terpenuhi

"Kalau mereka yakin BI di pasar, lama-lama mereka (eksportir) gak betah nunggu akhirnya lepas juga dolarnya," terang Ramdan.

Ramdan menegaskan, BI memiliki cadangan devisa yang cukup besar untuk melakukan intervensi. Data terakhir cadangan devisa mencapai US$ 133,1 miliar. Meski demikian, bukan berarti semua akan digelontorkan sekaligus. Sementara kebutuhan dolar AS pada pasar spot setiap harinya mencapai US$ 2-3 miliar.

"Bisa dibayangkan kalau BI mati-matian sangat agresif dalam sekejap cadev kita akan habis," ungkapnya.

Proses intervensi akan dilakukan dengan cermat, memastikan kelancaran tanpa merusak mekanisme pasar yang sedang berjalan. Sejalan dengan itu, komitmen untuk terus berinovasi tetap menjadi fokus, termasuk langkah-langkah inovatif seperti peluncuran instrumen keuangan baru seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada bulan September, serta Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) pada bulan November 2023. Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen kuat untuk mengoptimalkan alat-alat keuangan yang tersedia dalam mendukung stabilitas pasar dan kebijakan intervensi yang diambil oleh Bank Indonesia.

"Jadi kalau intervensi itu efektif buat market tapi tidak terlalu membebani cadev kita," pungkasnya.

Share this Post: